Rabbi Resley Mengungkapkan semua dalam bukunya “Pintu Gerbang Emas Israel Yang Tertinggal di Indonesia”.
Menurut Resley, bila selama ini umat Kristiani Maluku menyebut diri mereka dengan sebutan Israel tanpa rasa takut, menggunakan simbol-simbol Israel, dan cenderung bertingkah laku seperti orang Israel, dan membela Israel mati-matian; hal tsb bukanlah sekedar fanatisme iman
mereka semata, namun juga timbul karena dorongan dari dalam hati
mereka. Hal ini disebabkan karena berdasarkan hasil penelitiannya cukup
banyak ditemukan persamaan antara bahasa, adat-istiadat (kebudayaan),
serta peninggalan orang Maluku yang memiliki kemiripan dengan suku
bangsa Yahudi. Dengan kata lain, nenek moyang orang Maluku adalah bangsa Yahudi.
Resley mengatakan bahwa jauh hari sebelum bangsa Arab dan bangsa Eropa mengenal Maluku
(Arab tiba pertengahan abad ke-14, Portugis tiba awal abad ke-15) telah
ada bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengenal Maluku, termasuk
bangsa China.
Orang Israel (Ibrani) masuk ke Maluku melalui India dan China. Karena pada tahun 605 SM dari Kerajaan Yehuda
(Kerajaan Selatan) ditaklukkan dan diangkut ke pembuangan di daerah
Media dan Persia (Iraq dan Iran). Saat Kerajaan Persia berkuasa,
kekuasaannya meliputi Etiopia (Afrika) sampai ke India. Bahkan sejak
tahun 722 SM, Kerajaan Israel (Kerajaan Utara) yang terdiri dari
10 suku telah lebih dahulu diangkut oleh bangsa Asyur, kemudian
diserakkan di berbagai bangsa di daerah kekuasaan Asyur dan saat bangsa Romawi menjajah Palestina dan Asia Tengah
sejak tahun 63 SM sampai munculnya agama Kristen pada abad 1 M, ketika
itu jalan-jalan raya dibangun, sehingga memungkinkan bagi seseorang
untuk mencapai seluruh bagian kerajaan ini dengan mudah. Orang Israel
tersebar hampir di semua kota di dalam wilayah kekaisaran Romawi sebagai
pedagang (Pengantar PB hal. 4-5) dan pada saat ini terjadi hubungan
dagang yang sangat baik antara dunia barat (Kerajaan Roma) dengan dunia
timur (Kerajaan China).
Pada saat menjadi bagian dari kekaisaran Roma inilah para pedagang bangsa Ibrani tiba di Maluku bersama mitra dagang kerajaan Roma yaitu para pedagang bangsa China.
Salah satu bukti kuat bahwa pada abad ke-1 M rempah-rempah dari Maluku
pernah dijual di Yerusalem, adalah karena pada tahun 33 M, beberapa
orang wanita Yahudi yaitu: Maria Magdalena dan teman-temannya membeli rempah-rempah di pasar Yerusalem untuk mengawetkan jenazah Yesus (Markus 16:1).
Peluang lain orang Israel tiba di Maluku adalah pedagang-pedagang Israel datang sendiri ke Maluku setelah mengetahui jalan ke Maluku dari para pedagang bangsa China.
Dalam buku Sejarah Maluku hal. 19 dikatakan bahwa kata Maluku berasal dari kata “Maloko”
yang merupakan sebutan gelar bagi Kalano (kepala daerah) . Nah, kata
“Maloko” ini menurut Resley berasal dari bahasa Ibrani. Sebutan bagi raja dalam bahasa Ibrani adalah “Melek” atau “Melekh”. Bentuk yang lebih kuno adalah “Maliki” (EKAMK II hal. 292), sehingga dalam Tambo Dinasti Tang di China
(618-906) “Maluku” tercatat sebagai “Miliku”, yaitu suatu daerah yang
dipakai sebagai patokan penentuan arah ke kerajaan “Holing” (Kalingga)
yang ada di sebelah barat.
Kata lain yang mirip dengan Maloko adalah “Molokh” yaitu ilah yang
disembah bani Amon. Bentuk Ibrani nama ini ialah “Molek”. Dalam kitab suci Perjanjian Lama,
Molek umumnya memiliki kata sandang (Imamat 18:21; 20:2-5, 2 Raja-raja
23:10, Yeremia 32:35). Kata “Molokh” pada ayat-ayat tsb menyiratkan
bahwa kata itu mungkin merupakan kata umum bagi orang yang memerintah
(EKAMK II hal. 93). Dengan demikian, maka gelar Maloko yang dikenakan bagi seorang Kalano adalah berasal dari budaya dan bahasa Ibrani.
Dan kata Molekh (Moloch) dalam bahasa Ibrani artinya raja. Maloko
kemudian disebut Maluku (Molokhus). Dan memang kepulauan Maluku artinya
kepulauan raja-raja.
Selain itu menurut Resley, kata “Alifuru” yang merupakan sebutan bagi
orang yang pertama kali mendiami Maluku bukan berasal dari bahasa Arab
(Alif). Sebab jauh hari sebelum pengaruh Arab (Islam) masuk ke Maluku
pada pertengahan abad ke XIV, sudah ada bangsa yang mendiami kepulauan
Maluku yang penyebarannya dimulai dari Nusa Ina dan Halmahera yang mana
disebut oleh antropolog AH. Keane, FJP. Sachese dan OD. Tauren dengan
sebutan suku bangsa “Alfuros”.
Kata Alfuros ini sangatlah tidak mungkin diambil dari kata Alifuru, sekalipun kata ini menunjuk pada pengertian manusia mula-mula.
Sebab bila kata Alifuru ini dikaitkan dengan kata Maloko, Baeleu, dan
Seniri, serta budaya kepala suku, yaitu Alluf, maka sangatlah tidak
cocok.
Kata Alif muncul setelah masuknya bangsa Arab ke Maluku. Tetapi sebelum itu, kata Alfuros ini menunjuk kepada nama suku bangsa yang telah ditemukan oleh para ahli, yaitu “ALUNE” yang ada baik di Nusa Ina (Seram) dan Halmahera yang memiliki budaya atau system pemerintahan “ALLUF”
yaitu: kepemimpinan berada di tangan “kepala kaum/kepala suku”. Budaya
ini mula-mula diterapkan oleh bangsa “Edom”: yaitu keturunan Esau,
saudara Yakub (Israel) anak Ishak, di Maluku disebut mata rumah (kepala
kaum), kepala Soa dan kepala suku.
Alluf dalam pengertian Ibrani adalah:
- Panglima, pemimpin (Kamus Singkat Ibrani-Indonesia hal. 11)
- Kepala-kepala kaum di Edom yang di kemudian hari disebut “Raja” (Kejadian 36:19, 31)
Pada bagian akhir dari bukunya, Resley mengatakan bahwa mayoritas orang Maluku adalah merupakan keturunan dari suku Gad, yaitu suku Israel yang telah disangka hilang dan tak dapat ditemukan lagi. Inilah satu-satunya suku yang tidak memiliki perwakilan di Israel saat ini. Terbukanya pintu gerbang emas (golden gate) serta terpenuhinya
nubuat kedatangan Kristus yang kedua kalinya untuk memerintah dunia
dari Yerusalem hanya terpenuhi jika kedua belas suku telah berkumpul di
tanah Zion (Israel), yang mana termasuk di dalamnya adalah suku Gad, yang pada akhirnya diistilahkan Resley dengan sebutan Yahudi Alfuros.
SUMBER: http://www.armhando.com/2012/02/ternyata-nenek-moyang-orang-ambon.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar